Rabu, 07 Desember 2011

LAPORAN HASIL OBSERVASI DI BMKG KARANGKATES DAN EVALUASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERAIRAN WADUK LAHOR DAN WADUK SUTAMI KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR

DISUSUN OLEH
yohana ina witak
(100401050086)


KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT. karena atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan “ Hasil Observasi di BMKG Karangkates dan Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor dan waduk Sutami Kabupaten Malang Jawa Timur”. Hasil penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan masukan dalam upaya pengelolaan lingkungan perairan waduk agar waduk tetap dapat berjalan sesuai dengan fungsinya.
Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis telah mendapatkan begitu banyak bantuan baik berupa materi, fisik maupun spiritual sehingga laporan ini bisa terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
  1. Bapak Drs. Mukhtam Katenun M.Pd Selaku pembimbing utama yang telah membimbing kami dalam melakukan kegiatan penelitian tersebut,dan memberikan banyak masukan serta dukungan sehingga laporan akhir ini dapat terselesaikan.
  2. Ibu Endang Sudjati M.Pd Selaku pembimbing kedua, atas segala masukan saran dan kritik,sehingga terselesaikannya laporan ini.
  3. Ibu Onik Farida S.Pd Selaku pembimbing ketiga,atas segala masukan saran dan kritik sehingga terselesaikannya laporan ini.
  4. Teman –teman Mahasiswa program studi Geografi Kelas C Angkatan 2010 yang telah memberikan masukan berupa motivasi dalam rangka menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran, kritik yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Semoga penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Malang,22 Desember 2010
Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
    1. Latar Belakang

Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) merupakan salah satu badan khusus yang bertugas menangani berbagai fenomena alam yang ada di permukaan bumi.
PROFIL STASIUN GEOFISIKA KARANGKATES MALANG
Staf pengamat meteorolgi dan Geofisika stasiun Geofisika kelas III Karangkates Malang
  1. Sekilas sejarah stasiun geofisika Karangkats Malang
Pengamtan gempa bumi dilakukan sejak tanggal 28 Juli 1972. ketika itu, kegiatan pengamatan gempa bumi di Karangkates merupakan bagian jaringan gempa bumi di Asia Tenggara. Kantor pengamtan di Karangkates didirika pada tahun 1983, dibagian laborat yang dikenakan dengan aktifitas di laborat juga mengamati beberapa unsur cuaca.
  1. Tugas BMKG
Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang meteorologi dan klimatologi
serta geofisika.
C. Peralatan Observasi Meteorologi dan Klimatologi di stasiun Geofisika
1. Barometer
2. Termometer
3. Penakar Hujan
4. Penakar Hujan Otomatis
5. Open Pan Evaporimeter
6. Anemometer
7. Camblestoks
8. Automatatic Weather
Perairan air tawar, salah satunya waduk menempati ruang yang lebih kecil bila dibandingkan dengan lautan maupun daratan, namun demikian ekosistem air tawar memiliki peranan yang sangat penting karena merupakan sumber air rumah tangga dan industri yang murah. Perairan air tawar merupakan tempat disposal/pembuangan yang mudah dan murah .
Waduk merupakan salah satu contoh perairan tawar buatan yang dibuat dengan cara membendung sungai tertentu dengan berbagai tujuan yaitu sebagai pencegah banjir, pembangkit tenaga listrik, pensuplai air bagi kebutuhan irigasi pertanian, untuk kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya karamba, dan bahkan untuk kegiatan pariwisata. Dengan demikian keberadaan waduk telah memberikan manfaat sendiri bagi masyarakat di sekitarnya.Waduk mempunyai karakteristik yang berbeda dengan badan air lainnya.
Waduk menerima masukan air secara terus menerus dari sungai yang mengalirinya. Air sungai ini mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat menyuburkan perairan waduk. Pada awal terjadinya inundasi (pengisian air), terjadi dekomposisi bahan organik berlebihan yang berasal dari perlakuan sebelum terjadi inundasi. Dengan demikian, jelas sekali bahwa semua perairan waduk akan mengalami eutrofikasi setelah 1–2 tahun inundasi karena sebagai hasil dekomposisi bahan organik.Eutrofikasi akan menyebabkan meningkatnya produksi ikan sebagai kelanjutan dari tropik level organik dalam suatu ekosistem.



1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah tujuan antara Waduk Lahor dan Waduk Sutami tersebut?
2. Bagaimana aktivitas masyarakat dan hubungannya dengan pemanfaatan Waduk?
3. Bagaimana seharusnya upaya pengelolaan lingkungan waduk Lahor?

1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Penelitian ini bertujuan antara lain untuk:
1. Mengetahui bagaimana tujuan antara Waduk Lahor dan Waduk Sutami tersebut di bangun.
2. Mengetahui bagaimana aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan pemanfaatan Waduk..
3. Memberikan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan perairan waduk Lahor.
1.3.2 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan bagi upaya pemeliharaan dan pemanfaatan perairan Waduk Lahor dan Waduk Sutami secara berkelanjutan.
1.4 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian merupakan acuan pemikiran secara keseluruhan terhadap penelitian yang akan dilakukan. Pada kerangka pikir penelitian dikelompokkan dalam 3 aspek yaitu input, proses dan output.










BAB II
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan tipe penelitian, ruang lingkup penelitian, dan lokasi penelitian.
2.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai stasus suatu gejala yang ada menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, pengukuran langsung kualitas air waduk serta wawancara.
2.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi aktivitas sosial, budaya dan ekonomi masyarakat yang berpengaruh terhadap kondisi kualitas fisika, kimia perairan, sehingga berpengaruh pula pada kondisi fitoplankton di perairan, dan pada akhirnya akan berpengaruh pada upaya pengelolaan lingkungan Waduk Lahor. Ditelaah pula kebijakan pemerintah/instansi terkait dalam pengelolaan lingkungan perairan Waduk Lahor. Penelitian ini dilakukan pada musim hujan.
    1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah waduk Lahor yang terletak di Kecamatan Sumberpucung Kabupaten Malang, Jawa Timur. Waduk Lahor terletak di sungai Lahor (anak sungai Brantas), sehingga aktivitas di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) ini yang diwakili oleh Desa Slorok dan Desa Ngajum Kecamatan Kromengan masuk dalam wilayah penelitian karena berbagai aktivitas di DPS ini kemungkinan akan memberikan dampak bagi kondisi lingkungan waduk Lahor.
2.5.Instumen Penelitian
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, tape recorder, kamera digital, angket dan peralatan tulis menulis.
Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah . jenis kedua Waduk tersebut dan Mengetahui bagaimana aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan pemanfaatan Waduk..


BAB II1
PEMBAHASAN

3.1Tujuan di bangunnya Waduk Lahor dan Sutami
Sebenarnya kedua Waduk ini di bangun dengan tujuan yang sama yakni sebagai pensuplai air untuk kegiatan pertanian, pengendali banjir, pembangkit tenaga listrik, kegiatan pariwisata dan perikanan darat. Dari berbagai tujuan dan pemanfaatan tersebut, pariwisata, pertanian dan kegiatan perikanan darat dapat memberikan beban masukan tersendiri bagi perairan waduk. Dengan demikian keberadaan waduk telah memberikan manfaat sendiri bagi masyarakat di sekitarnya.Waduk mempunyai karakteristik yang berbeda dengan badan air lainnya.
Waduk menerima masukan air secara terus menerus dari sungai yang mengalirinya. Air sungai ini mengandung bahan organik dan anorganik yangdapat menyuburkan perairan waduk. Pada awal terjadinya inundasi (pengisian air), terjadi dekomposisi bahan organik berlebihan yang berasal dari perlakuan sebelum terjadi inundasi.
      1. Waduk Lahor
Waduk Lahor sebagaI Proyek Karangkates tahap II terletak karang lebih 32 km di sebelah selatan kota malang kearah Blitar. Waduk ini dialiri oleh sungai Dewi, Lahor dan Leso, yang di sekitar ketiganya juga terdapat berbagai aktivitas masyarakat yang juga dapat memberikan beban masukan bagi perairan waduk. Beban masukan tersebut akan menjadi sumber penambahan unsur hara perairan yang juga dapat menyebabkan terjadinya berbagai masalah perairan, seperti proses eutrofikasiyang terjadi ketika beban masukan tersebut berlebihan sehingga menyebabkan turunnya kualitas air, sehingga akan mengganggu pula kehidupan fitoplankton sebagai produsen primer perairan. Selain itu beban masukan tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya sedimentasi, karena beban masukan tersebut bisa berupa partikel-partikel tanah dan sebagainya yang terbawa sebagai akibat dari erosi yang terjadi di daerah hulu. Akibatnya akanmenyebabkan turunnya lapisan produktif perairan dan dapat memperpendek umur waduk tersebut.
Untuk kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dianalisa dengan metode analisa deskriptif kualitatif. Untuk analisa pengelolaan waduk dibagi dalam tiga aspek yaitu ekologis, ekonomi dan social. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa secara umum kondisi perairan waduk Lahor masih dalam kondisi yang baik.
Hasil penelitian tidak memperlihatkan adanya indikasi pengaruh langsung aktivitas daratan terhadap kondisi fitoplankton yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengelolaan yang telah dilakukan oleh pihak instansi terkait sudah cukup baik.
3.1.2Waduk Sutami
Seperti yang saya wawancarai para petugas,waktu penelitian di Waduk Sutami bahwaElevasi Waduk Sutami di Karangkates Kabupaten Malang selama musim penghujan ini terus mengalami kenaikan, hingga berada di atas pola normal rata-rata harian. Jika elevasi air waduk terus naik, maka Waduk Lahor di sebelah Waduk Karangkates disiapkan untuk menampung air dari Waduk Sutami.
"Meski elevasi di Waduk Sutami cukup tinggi, namun kondisinya masih aman. Sebab elevasi puncak Waduk Sutami masih sekitar 272,5 mdpl," tutur Kepala Bagian Hukum dan Humas Perum Jasa Tirta I, Wahyu Dutonoto, Rabu, saat dihubungi dari Malang.
Menurut Saya, nantinya jika tinggi muka air di Waduk Sutami terus naik, maka Perum PJT I akan mempertahankan elevasi di posisi 270 mdpl. Jika lebih dari itu, maka air dari Waduk Sutami akan dialirkan ke Waduk Lahor sebagai penampung dan penyi mpan cadangan air dari Waduk Sutami selama ini.
Jika kapasitas Waduk Lahor tidak lagi bisa menampung air dari Waduk Sutami, maka air akan diarahkan ke Bendungan Wlingi Blitar. Jika masih tidak bisa menampung, maka akan diarahkan ke Waduk di Nganjuk. Nantinya waduk yang terkoneksi dengan Waduk Su tami akan bisa difungsikan, imbuh..
Selain itu, Perum PJT I menurut Wahyu selama ini telah menyiapkan sistem siaga banjir dini, jika suatu kapasitas air dari Waduk Sutami sangat tinggi. Perum PJT I sudah menyiapkan tiga jenis siaga yaitu siaga hijau, kuning, dan merah.
Waduk Sutami dinyatakan siaga hijau jika elevasi air mencapai posisi puncaknya di 272,80 mdpl. Dinyatakan siaga kuning jika tinggi muka air mencapai 274 mdpl. Dan dinyatakan siaga merah jika tinggi muka air mencapai 275,5 mdpl.
3.2 Aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan pemanfaatan Baduk
Kita tahu bahwa kondisi fitoplankton di perairan dipengaruhi oleh kondisi kualitas perairan, sedangkan kondisi kualitas perairan itu sendiri mungkin juga dipengaruhi oleh berbagai aktivitas yang terjadi di daratan,walaupun kegiatan penelitian ini tidak sampai pada kondisi fitoplankton tetapi sesuai dengan apa yang sudah kita pelajari lewat pengalaman maupun dalam buku. Dalam penelitian ini, sampel masyarakat yang diambil meliputi pemilik rumah makan, petani ikan, pengunjung waduk, pengelola waduk, tokoh masyarakat, petani, nelayan dan penduduk di sekitar DPS maupun di sekitar waduk. Lokasi sampling masyarakat ini adalah di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) dan daerah sekitar waduk yang dianggap paling memberi pengaruh terhadap kondisi perairan waduk.
3.2.1 Aktivitas Masyarakat
Daerah Pengaliran Sungai (DPS) waduk yang diambil sebagai sampel adalah dua desa pada satu kecamatan yaitu Desa Slorok dan Desa Ngajum, Kecamatan Kromengan. Sedangkan daerah sekitar waduk adalah Desa Karangkates. Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, diketahui bahwa aktivitas yang berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya air yang terlihat nyata di DPS adalah aktivitas pertanian dan sedikit sekali ditemukan rumah-rumah penduduk. Sedangkan pada daerah sekitar waduk aktivitas yang nampak antara lain kegiatan pariwisata, pertanian, dan perikanan darat.
Masyarakat sekitar waduk, banyak memanfaatkan perairan waduk sebagai media budidaya perikanan air tawar. Kegiatan budidaya yang ada di sini merupakan kegiatan pembesaran ikan dengan menggunakan karamba jaring apung maupun jaring sekat. Ikan yang dibudidayakan adalah jenis ikan nila. Untuk menampung ikan hasil budidaya maupun hasil tangkapan nelayan, maka pihak pengelola menyediakan Pusat Pendaratan Ikan (PPI) yang terletak di tepi waduk. Selain itu, kegiatan lain yang ada di sekitar waduk adalah kegiatan pariwisata, dimana untuk menunjang kelancaran kegiatan ini pihak pengelola menyediakan beberapa sarana dan prasarana seperti perahu wisata, akses jalan yang mudah, arena bermain, rumah makan dan halaman parker.
3.2.2 Pemanfaatan Waduk Oleh Masyarakat
Keberadaan waduk tentu memberi manfaat tersendiri bagi masyarakat terutama masyarakat yang daerahnya terendam karena pembangunan waduk. Berbagai aktivitas yang dilakukan masyarakat di sekitar waduk dalam pemanfaatan waduk antara lain kegiatan pertanian, pariwisata, dan perikanan darat. Pada Daerah Pengaliran Sungai (DPS) di hulu, air sungai digunakan oleh sebagian masyarakat untuk mengairi lahan pertanian, dan sebagian penduduk yang lain menggunakan air irigasi untuk mengairi lahan pertanian mereka. Pada daerah permukiman penduduk di sekitar waduk maupun di DPS tidak menggunakan air sungai maupun waduk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sumberdaya air mereka, karena mereka sudah menggunakan air dari PAM (Perusahaan Air Minum) maupun air sumur.
Selain untuk kegiatan wisata, waduk ini juga dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya karamba, budidaya jaring sekat dan penangkapan ikan baik dengan menggunakan pancing, maupun jala (brajang).
Kegiatan penangkapan ikan ini dilakukan hampir di semua bagian waduk. Pada dasarnya kegiatan budidaya karamba ini tidak sesuai dengan kebijakan Perum Jasa Tirta sebagai pihak pengelola, akan tetapi karena kebutuhan ekonomi masyarakat, akhirnya kegiatan yang seharusnya tidak berijin ini menjadi matapencaharian utama bagi beberapa orang petani ikan dari desa sekitar. Kegiatan budidaya karamba ini merupakan kegiatan pembesaran ikan. Jenis ikan yang dibudidayakan adalah nila. Namun meskipun demikian, sebenarnya ada beberapa jenis ikan lain yang hidup di waduk ini seperti betutu, ombro, wader bahkan udang. Selain budidaya dengan karamba jaring apung, di waduk ini juga ada kegiatan budidaya dengan menggunakan jaring sekat. Pada dasarnya kegiatan budidaya baik dengan karamba jaring apung maupun dengan menggunakan jaring sekat sama, hanya saja pada budidaya dengan menggunakan jaring sekat dilakukan dengan cara memasang jaring pada daerah tepi waduk tanpa menggunakan drum atau bahan lain sebagai pelampung yang biasa digunakan pada budidaya karamba agar jaring tetap mengapung.
Petani lebih memilih untuk membudidayakan ikan nila disebabkan oleh harga jualnya yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga jual ikan jenis betutu maupun tombro. Pakan yang digunakan berupa pakan alami yang berasal dari jerami dan pellet. Jumlah karamba yang ada di waduk ini sebanyak16 unit karamba.
    1. Rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan perairan waduk lahor
Permasalahan lingkungan yang sering kali dialami oleh waduk di Indonesia dan menjadi perhatian utama adalah menurunnya kualitas perairan oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan manusia seperti, sampah permukiman maupun pariwisata, sisa pemupukan dan pestisida dari kegiatan pertanian, sisa pakan dari kegiatan budidaya perikanan maupun proses sedimentasi akibat konversi lahan di hulu. Di waduk Lahor sendiri berbagai aktivitas pemanfaatan waduk yang dilakukan oleh masyarakat antara lain adalah kegiatan budidaya karamba, pertanian dan pariwisata. Dampak yang dihasilkan dari kegiatan budidaya terhadap kualitas air waduk umumnya berasal dari sisa pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan yang kemudian akan mengendap di dasar perairan dan menjadi penambah unsur hara perairan. Kegiatan pariwisata memberi dampak terhadap kualitas perairan kemungkinan bisa berasal dari ceceran bahan bakar yang digunakan perahu untuk mengelilingi waduk maupun berasal dari sampah yang dihasilkan oleh pengunjung dan rumah makan yang ada. Sedangkan kegiatan pertanian memberi dampak pada penurunan kualitas air adalah berasal dari penggunaan pupuk dan pestisida yang terbawa air limpasan maupun aliran sungai kemudian masuk kedalam perairan waduk.
Dampak yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas tersebut dapat diketahui dengan mengukur parameter fisika, kimia maupun biologi perairan tersebut. Salah satu faktor biologi yang dapat diamati adalah struktur komunitas fitoplankton dalam hal ini komposisi dan kelimpahannya.
Jenis fitoplankton yang hidup disuatu perairan akan berbeda tergantung dari kondisi perairan tersebut. Sellers dan Markland (1987) menyebutkan bahwa di danau yang subur (eutrofik) diatom tinggi sepanjang tahun terutama jenis Asterionella spp., Fragilaria crotenensis, Synedra, Stepanodiscus dan Melosira granulata; juga jenis dari alga hijau biru (Cyanophyta) terutama Anacystis, Aphanizomenon dan Anabaena. Kelimpahan fitoplankton dari waktu ke waktu dapat berubah sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan perairan tersebut, satu spesies dapat lebih dominan dari spesies lainnya pada interval waktu yang relatif pendek sepanjang tahun.
Kondisi lingkungan sendiri dari waktu ke waktu juga mengalami perubahan karena adanya tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri,
rekreasi maupun kegiatan lainnya. Untuk itu upaya pengendalian dan pengelolaan sumberdaya alam harus terus dilakukan guna terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Di waduk Lahor sendiri, terdapat berbagai aktivitas masyarakat yang akan sangat berpengaruh terhadap kondisiwaduk, seperti pertanian, pariwisata, permukiman, dan perikanan. Dari hasil pengukuran di lapangan, diketahui bahwa kondisi fitoplankton sebagai produsen penting perairan secara umum masih dalam kondisi yang baik namun ada kecenderungan untuk terjadinya eutrofikasi karena dari data yang diperoleh bahwa kelimpahan fitoplankton sudah mencapai 4.210.542 indv/L, sedangkan perairan dikatakan mengalami eutrofikasi salah satunya ditandai dengan terjadinya blooming fitoplankton yang 6kelimpahannya mencapai 5x10 indv/L (Goldman dan Horne, 1983). Demikian juga jika dilihat dari kondisi kualitas fisika dan kimia perairan secara umum menunjukkan bahwa perairan waduk Lahor masuk dalam kategori perairan yang subur (eutrofik).
Kondisi perairan yang subur ini, tidak terlepas dari pengaruh berbagai aktivitas yang ada di daratan. Seluruh aktivitas tersebut akan memberikan beban masukan baik yang berupa bahan organik maupun bahan anorganik yang dapat meningkatkan unsur hara perairan sehingga dapat menunjang kehidupan biota air, seperti fitoplankton. Jika kondisi fitoplankton menunjukkan kondisi yang baik, bisa dikatakan bahwa berbagai aktivitas yang ada di daratan mungkin hanya memberikan sedikit pengaruh terhadap kehidupan fitoplankton atau dapat dikatakan bahwa aktivitas tersebut belum memberikan gangguan yang berarti terhadap keseimbangan perairan waduk.
Dari berbagai aktivitas di daratan yang dapat mempengaruhi keseimbangan perairan waduk adalah peran dari kebijakan pemerintah selaku pengelola sumberdaya alam. Perusahaan Umum Jasa Tirta selaku pengelola waduk Lahor didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1990 tentang Perum Jasa Tirta, pada tanggal 12 Februari 1990. Berdasarkan PP. No. 93 Tahun 1999 nama Perum Jasa Tirta dirubah menjadi Perum Jasa Tirta I. Hakekat dari pendirian Perum Jasa Tirta ini adalah mengelola sumberdaya air (SDA) secara profesional agar SDA dapat berfungsi secara optimal sesuai rencana dengan bertumpu pada partisipasi swasta dan masyarakat sehingga secara bertahap mengurangi beban pemerintah (APBN/APBD) (Jasa tirta, 2007).
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Perum Jasa Tirta selaku pengelola waduk antara lain, melakukan monitoring kualitas fisika, kimia dan biologi air waduk dan sungai secara rutin, pemantauan terhadap air buangan/ limbah industri dan domestik. Melakukan pengawasan terhadap berbagai kegiatan di waduk, seperti kegiatan perikanan dengan cara menginventaris jumlah alat tangkap, karamba dan jaring sekat. Selain itu Perum Jasa Tirta juga rutin melakukan penghijauan pada sempadan waduk untuk mencegah terjadinya sedimentasi. Melihat dari kondisi kualitas fisika, kimia maupun biologi air dari hasil penelitian ini dan penelitian sebelumnya, menunjukkan adanya kecenderungan kearah penurunan kualitas air karenanya upaya pengelolaan yang telah dilakukan ini dirasa kuarang efektif sehingga dibutuhkan rekomendasi upaya pengelolaan yang berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi fitoplankton yang memiliki kecenderungan menuju eutrofikasi, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya pengelolaan untuk mencegah terjadinya proses tersebut. Upaya pengelolaan yang dilakukan tidak bisa hanya melibatkan satu sektor saja, tetapi harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dari berbagai aspek, yaitu a.) aspek ekologis, b.) aspek ekonomi maupun c.) aspek sosial.
  1. Pengelolaan Waduk Secara Ekologis
Pengelolaan waduk secara ekologis pada dasarnya adalah dengan cara mengelola komponen yang ada dalam ekosistem perairan waduk. Berdasarkan hasil penelitian, permasalahan yang dihadapi oleh waduk Lahor adalah adanya kecenderungan untuk terjadinya proses eutrofikasi.
Untuk itu upaya pengelolaan secara ekologis yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan fitoplankton itu sendiri. Selama ini upaya pengelolaan yang dilakukan masih sebatas pada upaya pendugaan kualitas fisika, kimia air dan masih sedikit melibatkan metode biologi. Keuntungan penggunaan sifat fisika dan kimia suatu perairan untuk memantau kualitas air adalah karena memiliki nilai yang sederhana dan dapat ditentukan pada waktu tertentu,
sedangkan kelemahannya adalah bahwa hasil pengukuran tersebut hanyalah menggambarkan keadaan sesaat dan tidak dapat memberikan gambaran tentang kondisi ekosistem secara keseluruhan. Bahan kimia di dalam air mempunyai fluktuasi yang besar dalam waktu yang relatif pendek sehingga pengukuran sifat kimia air meskipun dilakukan sesering mungkin tetap belum dapat mencerminkan kadar yang ada, selain itu dalam analisa kimia belum termasuk di dalamnya penghitungan kecepatan transformasi bahan kimia tersebut oleh organisme.
Kelemahan-kelemahan tersebut dapat dieliminir dengan menggunakan metode pengukuran parameter biologi, sehingga untuk memperkirakan tingkat pencemaran akibat beban masukan bahan toksik di perairan dapat digunakan metode biologi. Perubahan yang terjadi dalam perairan sebagai akibat adanya bahan pencemar akan menyebabkan perubahan pada komposisi, kelimpahan dan distribusi dari komunitas yang ada, dalam hal ini fitoplankton. Dari jenis fitoplankton yang ditemukan dapat digunakan sebagai bioindikator perairan, diantaranya Ceratium sp. digunakan sebagai bioindikator untuk perairan tercemar bahan organik, Synedra sp. dan Microsystis spp. merupakan bioindikator untuk daerah perairan dengan kadar nitrat yang tinggi.
Sedangkan dari hasil penelitian di waduk Lahor tidak ditemukan adanya dominasi dari salah satu jenis fitoplankton di atas, sehingga bisa dikatakan kondisi perairan waduk Lahor masih baik. Namun demikian karena kelimpahan jenis Nitzschia sp sangat tinggi, maka perlu adanya upaya untuk mengendalikannya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengintroduksi ikan jenis herbivora yangmenyukai fitoplankton jenis Nitzschia sp. ini. Selain itu dilihat dari hasil penghitungan indeks diversitas yang ada seperti yang tampak pada Gambar 10 (Halaman 31), menunjukkan ketidakstabilan di beberapa stasiun pengambilan sampel.
Hal ini perlu diwaspadai karena indeks diversitas juga dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat pencemaran perairan. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengawasan terhadap berbagai bahan buangan yang masuk ke perairan waduk, baik yang berasal dari aktivitas di sekitar waduk maupun aktivitas di DPS. Dari hasil observasi di lapangan, aktivitas pemanfaatan lahan di DPS sebagai lahan pertanian sangat tinggi, untuk itu perlu adanya pengontrolan terhadap penggunaan pupuk dan pestisida.
b. Pengelolaan Waduk Secara Ekonomi
Pengelolaan waduk secara ekonomi didasarkan pada pemanfaatan waduk oleh masyarakat. Salah satu pemanfaatan tersebut adalah untuk kegiatan perikanan darat. Berbagai upaya pengelolaan yang telah dilakukan oleh pengelola nampaknya masih belum efektif terlihat dari masih adanya beberapa aktivitas masyarakat yang dilakukan pada zona yang tidak sesuai, selain itu masih ada masyarakat yang menggunakan alat tangkap yang sebenarnya tidak diperkenankan. Jika dilihat dari kondisi kualitas fisika, kimia dan bilogi (fitoplankton) air, secara umum masih sesuai hanya saja nampak adanya kecenderungan menuju kearah penurunan kualitas air. Kondisi fitoplankton sendiri menunjukkan ketidakstabilan dilihat dari nilai kisaran indeks diversitas, terutama pada stasiun IV yang terletak di zona pengusahaan menunjukkan kisaran indeks diversitas terendah meskipun memiliki tingkat kelimpahan jenis yang tinggi. Hal ini kemungkinan mengindikasikan bahwa aktivitas pemanfaatan di stasiun/ zona ini sudah hampir atau mungkin sudah mencapai jenuh.Untuk itu perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengelolaan wilayah perairan dalam masing-masing zonasi waduk yang telah ditetapkan (zona bahaya, suaka, pengusahaan dan zone bebas).
2. Penyesuaian jumlah, jenis dan tipe alat tangkap yang digunakan dengan potensi sumberdaya ikan yang ada.
3. Teknik penangkapan yang diterapkan harus didasarkan pada teknologi tepat guna, yaitu teknologi yang sedarhana, mudah diterapkan, rancang bangunnya tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi, produktivitasnya tinggi tetapi tidak merusak sumberdaya perikanan
4. Pengaturan jumlah nelayan dan atau unit alat tangkapnya serta pengaturan jumlah petani ikan dan atau unit budidaya nya.
5. Menetapkan daerah dan musim atau bulan larangan penangkapan ikan, yang bertujuan untuk memberi kesempatan ikan berkembang biak dan bertumbuh.
6. Pengaturan ukuran terkecil yang boleh ditangkap, yaitu dengan penetapan ukuran terkecil mata jaring insang dan ukuran mata pancing rawai yang boleh dipakai oleh nelayan.
7. Perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap kegiatan budidaya di waduk agar tetap sesuai dengan daya dukung perairan.
c. Pengelolaan Waduk Secara Sosial
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan pengelolaan waduk secara sosial yang harus dilakukan adalah pada upaya pengendalian sampah yang ada. Sampah yang ada di sekitar waduk baik yang berasal dari permukiman maupun kegiatan pariwisata perlu dicari upaya penanggulangannya, antara lain dengan menyediakan tempat pembuangan sampah di tempat yang representatif, karena dari hasil observasi di lapangan ditemukan bahwa tempat sampah hanya tersedia di beberapa tempat saja, terkonsentrasi pada tempat-tempat yang dekat dengan arena bermain, sementara pengunjung lebih terkonsentrasi pada daerah di tepi waduk. Karena kondisi tersebut maka di tepian waduk masih banyak dijumpai tumpukan sampah, yang bisa saja sampah tersebut masuk kedalam perairan waduk baik karena sengaja dibuang maupun karena terbawa angin. Masuknya sampah tersebut kedalam perairan, kemungkinan akan menjadi tambahan unsur hara bagi perairan yang kemudian akan mempengaruhi kondisi kualitas fisika dan kimia perairan, dimana perubahan terhadap kondisi kualitas fisika dan kimia perairan ini akan mempengaruhi pula terhadap komposisi dan kelimpahan fitoplankton itu sendiri.
Selain itu perlu dilakukan upaya pengelolaan sampah secara bersama-sama antara pihak pengelola, pemilik rumah makan, dan Dinas Kebersihan setempat, karena dari hasil observasi juga diperoleh bahwa sampah dari kegiatan rumah makan ditanggulangi secara kurang tepat, yaitu dengan cara membakar atau menimbun sampah di sekitar rumah makan yang letaknya di tepi waduk. Tentu saja ini akan menyebabkan menurunnya produktivitas tanah. Perlu pula adanya penyuluhan baik kepada penduduk yang tinggal di sekitar waduk maupun di DPS untuk tidak membuang sampah ke dalam waduk ataupun sungai. Kemungkinan untuk jangka waktu yang lama dengan semakin banyaknya rumah makan dan pengunjung yang datang ke waduk maka akan semakin banyak pula sampah yang ditimbun. Sampah yang ditimbun tersebut nantinya akan membusuk kemudian saat terjadi hujan hasil pembusukan sampah tersebut akan terbawa air limpasan menuju waduk yang kemudian menjadi penambah unsur hara perairan yang kemudian akan mempengaruhi perubahan kondisi kualitas fisika dan kimia air waduk sehingga akan berpengaruh pula pada kondisi fitoplankton yang ada.
3.3 Upaya Pengelolaan oleh Pengelola (Perum Jasa Tirta)
Dengan adanya berbagai aktivitas pemanfaatan waduk oleh masyarakat, maka untuk menjaga agar kondisi waduk tetap baik dan dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya, pihak pengelola (Perum Jasa Tirta) melakukan upaya pengelolaan antara lain dengan cara melakukan monitoring yang meliputi monitoring kondisi fisika, kimia air waduk termasuk juga monitoring terhadap limbah domestic dan industri dan monitoring kondisi fisik waduk secara keseluruhan. Kegiatan monitoring kualitas air waduk ini dilakukan setiap bulan, sedangkan kegiatan monitoring elevasi air dilakukan setiap hari. Kemudian hasil monitoring ini akan dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menentukan kebijakan pengelolaan waduk selanjutnya. Selain itu berbagai upaya lain yang telah dilakukan pihak pengelola untuk menjaga kondisi waduk yaitu melakukan penghijauan di sempadan waduk untuk mencegah terjadinya sedimentasi. Kegiatan penghijauan yang dilakukan oleh pihak pengelola ini hampir setiap tahun diadakan mulai dari musim penghujan sampai empat bulan ke depan.
Kegiatan penghijauan ini dilakukan oleh pihak pengelola dalam hal ini Perum Jasa Tirta dengan bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Malang maupun Dinas Kehutanan Kabupaten Blitar. Vegetasi alami yang ada di sekitar waduk Lahor ini adalah pohon kelapa, pisang, jati, bambu, jagung dan padi. Sedangkan tanaman yang ditanam oleh pihak pengelola dalam kegiatan penghijauan adalah tanaman keras, seperti Mahoni (Swietenia macrophylla) yang berfungsi sebagai tanaman produksi, Sono Kembang (Pterocarpus indicus) yang berfungsi sebagai tanaman pelindung dan rumput-rumputan. tanaman produksi adalah tanaman keras yang khusus diambil manfaatnya baik berupa kayu atau hasil sampingan lainnya, misalnya getah, akar, minyak dan sebagainya. Sedangkan tanaman pelindung adalah tanaman pencegah erosi yang diusahakan untuk tujuan perlindungan alam dan pengaturan tata air serta pengawetan tanah. Pelaksanaan penghijauan dengan melibatkan peran masyarakat hanya dalam hal menentukan suatu lokasi penghijauan, penentuan jenis-jenis tanaman yang cocok dengan keadaan lokasi. Penghijauan umumnya ini dilakukan di daerah green belt (daerah sabuk hijau). Daerah ini berjarak 2,5 m dari tinggi permukaan air normal (HWL).
Selain itu pengelola juga melakukan pembatasan terhadap pembangunan rumah-rumah makan di pinggir waduk dengan cara menetapkan perijinan bagi pendirian rumah-rumah makan tersebut. Pengelola juga melakukan pengawasan terhadap berbagai kegiatan yang ada di waduk, salah satunya adalah pengawasan terhadap kegiatan budidaya karamba dan penangkapan ikan di waduk.











BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengukuran langsung di lapangan, kondisi fitoplankton dan kualitas fisika serta kimia air waduk Lahor diketahui bahwa kondisi perairan secara umum masih dalam kondisi yang cenderung baik. Namun dilihat dari penelitian sebelumnya nampak adanya tren menuju arah penurunan kondisi kualitas perairan.
2. Aktivitas masyarakat yang berhubungan langsung dengan pemanfaatan waduk antara lain kegiatan pariwisata, perikanan darat (budidaya dan penangkapan ikan) dan pertanian. Lokasi dimana terdapat jenis pemanfaatan yang berbeda akan cenderung memberikan kondisi fitoplankton yang berbeda.
3. Berdasarkan kondisi fitoplankton yang ada tidak atau belum menampakkan indikasi dari pengaruh langsung kegiatan manusia baik di sekitar waduk maupun di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) terhadap kondisi perairan.
4. Upaya pengelolaan yang telah dilakukan selama ini antara lain: Penetapan tata ruang waduk sesuaidengan kondisi waduk, yang terdiri dari zone bahaya, zone suaka dan zone pengusahaan. Larangan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan budidaya perikanan di waduk. Monitoring kualitas air waduk dan sungai, termasuk di dalamnya monitoring terhadap buangan limbah industri dan domestik. Penghijauan di sempadan waduk untuk mencegah sedimentasi.
5. Alternatif upaya pengelolaan yang dilakukan meliputi berbagai aspek antara lain:
a. Pengelolaan secara ekologis, yaitu dengan melihat kondisi fitoplankton yang ada.
b. Pengelolaan secara ekonomi, yaitu didasarkan pada aktivitaspemanfaatan waduk oleh masyarakat.
c. Pengelolaan secara sosial
4.2 Rekomendasi
1. Melihat kondisi kualitas fisika, kimia dan biologi perairan, maka rekomendasi yang dapat disampaikanuntuk menjaga agar kondisi waduk tidak terus menurun anara lain:
a) Perlu dicoba penerapan TLBA (Trophic Level Based Aquaculture) untuk mengantisipasi terjadinya proses eutroikasi perairan akibat penumpukan sisa pakan ikan di dasar perairan.
b) Upaya monitoring kualitas air yang dilakukan sebaiknya tidak hanya dengan menggunakan metode fisika dan kimia tetapi juga melibatkan metode biologi sehingga hasil yang diperoleh lebih mencerminkan kondisi perairan yang sesungguhnya.
c) Melakukan introduksi ikan herbivora yang menyukai fitoplankton jenis Nitzschia sp. untuk menjaga keseimbangan perairan karena dari data terlihat bahwa perairan didominasi oleh fitoplankton jenis ini.
2. Untuk berbagai aktivitas masyarakat yang ada dalam memanfaatkan waduk, maka:
a) Perlu adanya pengawasan dan penindakkan yang tegas terhadap berbagai aktivitas yang sekiranya dapat merusak keseimbangan
ekosistem waduk.
b) Perlu adanya pengelolaan sampah, terutama sampah yang dihasilkan dari rumah makan maupun tempat rekreasi agar tidak selalu dibakar atau ditimbun di pinggir waduk karena dapat mengurangi produktivitas tanah dan juga menyebabkan polusi udara. Sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara pengelola, Dinas Kebersihan dan pemilik rumah makan.
c) Perlu adanya peran serta PAMIK (Paguyuban Masyarakat Ikan) dalam upaya pengelolaan lingkungan perairan waduk Lahor, misalkan bekerjasama dengan pengelola mengadakan penyuluhan tentang lingkungan waduk kepada masyarakat yang memanfaatkan waduk maupun sungai.
d) Menganjurkan kepada pengunjung, pemilik rumah makan dan masyarakat lain yang memanfaatkan waduk untuk tidak membuang sampah ke dalam waduk maupun sungai.
3. Perlu ditinjau kembali tentang penetapan zonasi yang ada, karena dari hasil penelitian menunjukkan zonasi yang ada sudah tidak sesuai lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar